Hama Belalang, Masalah Lama Namun Belum ada Antisipasi
Melolo, 18 Juni 2017. Sesungguhnya wabah belalang di Sumba dapat prediksi dan dapat dicegah atau diantisipasi. Setidaknya itulah yang antara lain dikemukakan Jonatan A. Lassa, seorang Dosen Senior bidang Pengelolaan Kedaruratan dan Bencana di Charles Darwin University, Australia, dalam Analisis Situasi Cepat yang diterbitkan oleh IRGSC, sebuah lembaga penelitian dan wadah pemikir yang bermarkas di Kupang, NTT.
Dalam tulisan tersebut, diungkap bahwa wabah hama belalang bukan hal yang baru di Sumba. Pada tahun 1976 misalnya, pernah terbit sebuah tulisan Kapita tentang masyarakat Sumba yang berdoa meminta Tuhan mendatangkan burung hantu untuk mencegah bencana akibat hama tikus, belalang, dan wereng.
Namun demikian, wabah belalang masih terjadi sampai saat ini dan bahkan ada kesan bahwa pihak pemerintah belum memiliki rencana antisipasi. Yang dilakukan pihak pemerintah selama ini sepertinya sebatas bereaksi kalau sudah ada hama. Misalnya dengan penyemprotan pestisida atau pembagian beras. Pemerintah belum memprediksi kapan akan terjadi wabah belalang dan tindakan apa yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi wabah hama.
Sebagian besar hama belalang di Sumba dalam 60 tahun terakhir terjadi saat El Nino kuat, lanjut Lassa dalam tulisan tersebut. Hipotesis yang disusun berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya adalah ledakan populasi belalang yang akhirnya mengakibatkan wabah ada hubungan dengan musim kering yang panjang yang menyebabkan matinya musuh alami belalang. Hal ini mengakibatkan belalang berkembang biak tanpa kendali dan kepadatannya melewati populasi tertentu, sehingga terjadi wabah. Ada hipotesis lain yang dikemukakan, terkait dengan penggembalaan ternak.
Apakah pemerintah daerah akan memanfaatkan atau mengembangkan informasi dan hasil penelitian yang sudah ada untuk antisipasi hama yang memberi dampak negatif bagi kesejahteraan rakyat, dan bukan hanya bereaksi kalau sudah terjadi hama? DAD