Seminar Ilimia PRODI PGSD Menampilkan Potret Pembelajaran di Manggarai

Sumbapembaharuan.net, Ruteng - PGSD STKIP SANTU PAULUS RUETNG-NTT. Seperti pada tahun akademik sebelumnya, Program studi Pendidikan Sekolah Dasar (PGSD) Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Santu Paulus Ruteng-NTT melaksanakan seminar rutin yang diikuti oleh mahasiswa Prodi PGSD. Hal yang sama dilaksanakan pada semester genap tahun akademik 2017/2018.
Pada seminar yang dilukuti oleh 600 mahasiswa PGSD tingkat II DAN II yang dilaksanakan di Aula Missio STKIP Santu Paulus (3/3/2018) menampilkan potret pembelajaran SD di Manggarai berdasarakan kajian dan riset para pembicara.
Alfonsus Sam, M.Pd., Asterius Juano, M.Pd., Fabianus Hadiman Bosco, M.Pd adalah pembicara pada seminar yang bertajuk “Problematika Pembelajaran di SD, dan tampil sebagai moderator Robertus Hudin, S.E.,M.M.
Pada kesempatan tersebut Fabianus Bosco, M.Pd, mendeskripsikan sejumlah hasil temuan di sekolah-sekolah yang berlokasi Kecamatan Cibal Barat, Kecamatan Wae Ri’I, dan Kecamatan Ruteng.
Bosco menjelaskan, ada siswa kelas 3 yang belum mahir membaca dan menulis, ada juga siswa yang sulit menyampaikan pendapat dan berkomunikasi dengan bahasa yang baik; masalah lain adalah minimnya keterlibatan siswa selama proses KBM berlangsung.
Secara ilmiah, kata Bosco, hal seperti itu disebut “kesulitan belajar”. Ada siswa bertipe disgraphia, yakni sulit menulis, ada yang disleksia, sulit membaca; diskalkulia, sulit menghitung dan matematika; dispraksia, gangguan pada keterampilan motorik; dan disphasia, sulit berbahasa, sering salah bicara. Kondisi demikian sering ditemukan di sekolah-sekolah dasar di Manggarai, tambah Bosco.
Fenomena lain yang terjadi, lanjut Bosco, anak-anak usia SD di Manggarai sering menganggap belajar harus di sekolah dan diberikan oleh guru bukan orang tua. Anggapan ini mengakibatkan anak tidak mau lagi belajar di rumah. Ketika disuruh orang tua untuk belajar, anak malah menjawab bapak-ibu mereka bukan guru.
Sementara, Asterius Juano, M.Pd., mengomentari kompleksitas pendidikan di Manggarai, seperti persoalan pemerataan pendidikan, keterbatasan aksesibilitas dan daya tampung, kerusakan sarana/prasarana ruang kelas, kinerja dan kesejahteraan guru, jumlah dan kualitas buku, dan penyelenggaraan otonomi pendidikan.
Terkait kinerja guru, Aster, demikian ia disapa, mengatakan, idealnya pembelajaran di kelas harus interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memberi motivasi. Sayangnya, lanjut Aster, kebanyakan guru mengajar dengan cara-cara tradisional tanpa mempertimbangkan konten materi, konteks lokal, dan karakteristik siswa. Hal ini membuat para siswa bosan untuk mengikuti KBM.
Mengenai persoalan tersebut, Aster mejelaskan, ada banyak strategi atau metode pembelajaran yang lebih efektif, di antaranya demonstrasi, diskusi, simulasi, tugas dan resitasi, problem solving, team teaching, drill, field-trip, ekspositori, inkuiri, CTL, think-pear-share, role play, namun banyak guru justru lebih suka berceramah saja.
Terkait penilian siswa di sekolah-sekolah, Alfonsus Sam, M.Pd., penilaian adalah proses sistematis untuk mengumpulkan informasi (angka, deskripsi verbal), lalu menganalisis dan menginterpretasi informasi itu untuk membuat keputusan entahkah siswa berhasil atau gagal dalam pembelajaran.
Penilaian yang benar harus valid dan objektif, dalam arti harus berbasis informasi, data atau bukti untuk membuat keputusan tentang pencapaian hasil belajar atau kompetensi siswa. Informasi, data atau bukti itu harus merujuk pada situasi sebenarnya, orisinal, dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, dan terintegrasi dengan pembelajaran. Lanjut Alfons.
“Kontras ketika melihat para guru menilai siswa hanya mengandalkan ingatan dan sering kali dibuat-buat,” tegas Alfons.(Samy)