BERPOLOTIK YANG SANTUN

Gibran salamin Trisutrisno
Beginilah seharusnya politik dibaca–bukan sekadar urusan kursi dan suara, tapi juga ruang belajar tentang adab.
Di masa lalu, Try Sutrisno pernah berdiri di barisan yang mengusulkan pemakzulan Gibran. Itu hak politik, dan beliau melakukannya dengan keyakinannya. Di masa kini, Gibran justru melangkah ke kediamannya, menyalami dengan takzim, seakan tak ada luka yang perlu disimpan.
Di balik gambar ini, ada dua pelajaran yang seharusnya kita genggam. Pertama, dari Try Sutrisno: bahwa keberanian bersikap adalah bagian dari tanggung jawab. Kedua, dari Gibran: bahwa menghormati pendahulu adalah bagian dari keluhuran.
Di antara keduanya, kita belajar bahwa perbedaan tidak harus memutus silaturahmi, dan politik tidak boleh merusak kemanusiaan. Sebab, sebagaimana kata orang bijak, tangan yang pernah berbeda pilihan masih bisa saling menggenggam bila hati tetap lapang.
By: HT